Rabu, 22 Agustus 2012

Pengertian Tsaqofah Islamiyah




Pengertian Tsaqofah
Tsaqafah menurut arti bahasa di dalam kamus Al-Muhith, ia berasal dari kata tsaqufa yang berarti pandai dan cepat di dalam memahami sesuatu atau mahir.  Menurut arti istilah, terdapat perbedaan ungkapan di dalam memberi definisi tsaqafah, namun yang mendekati kebenaran, sebagai berikut:
a.     Pengetahuan yang didapat dengan jalan belajar (talaqqi) atau temu muka dengan guru dan penyebarannya secara istinbath.
b.     Tsaqofah merupakan konsep pemikiran dan pandangan hidup atau suatu ideologi tentang alam semesta,  manusia dan kehidupan.
c.      Tsaqofah merupakan konsep pemikiran dan pandangan hidup tertentu yang telah membentuk pola pikir dan perilaku suatu masyarakat.
Masing-masing masyarakat atau bangsa memiliki tsaqafah (pandangan hidup) atau way of live yang  berbeda-beda sesuai perbedaan ideologi dan pemikiran yang mereka yakini.

Pengertian dan Karakter Tsaqafah Islamiyah
Secara ringkas, tsaqofah Islamiyah adalah pengetahuan yang aqidah Islamiyah menjadi sebab pembahasan, pengajaran dan penyebarannya. Dengan memahami tsaqafah islamiyah berarti seluruh konsep pemikiran dan pandangan hidup berdasarkan ajaran/aqidah Islam tentang alam semesta, manusia dan kehidupan. Jadi, seorang muslim di dalam memandang fenomena dan realita kehidupan harus berlandaskan Aqidah Islam.

Perbedaan Ilmu  Pengetahuan dan Tsaqofah
Definisi ilmu yaitu pengetahuan yang didapat dengan cara meneliti, percobaan dan pembuktian serta penarikan kesimpulan. Tsaqafah berkaitan erat dengan aqidah, pembentukan gaya hidup, pola pikir, perilaku dan kepri-badian seorang muslim. Sedangkan ilmu pengetahuan seperti kedokteran, arsitektur, kimia, fisika, ilmu hitung dan ilmu bahasa belum tentu berkaitan dengan pembentukan aqidah, gaya hidup, pola pikir, perilaku dan kepribadian. Namun ilmu pengetahuan memacu peradaban dan kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, belajar ilmu pengetahuan di atas sangat dianjurkan di dalam ajaran Islam, asal tidak bertolak-belakang dengan nilai dan ruh aqidah Islam.


Ilmu Pengetahuan
1.       Penemuan
2.       Dalam bentuk materi
3.       Tidak mempengaruhi sikap dan kepribadian
4.       Ruang lingkupnya universal
5.       Pelakunya disebut scientist.
Tsaqofah
1.         Penggalian atau penghayatan
2.         Dalam bentuk suluk
3.         Mempengaruhi sikap dan kepribadian
4.         Ruang lingkup regional
5.         Pelakunya disebut cendikiawan / filosof.

Khalifah Umar ibnul Khattab



Kepribadian Umar bin Khattab
Namanya adalah Umar bin Khattab bin Nufayl bin Abdul Izza Abu Hafshin Al Faruq Al Adawy Al Quraisy. Lahir 10 tahun setelah kelahiran Nabi saw. Sebelum beragama Islam ia adalah orang yang biasa dipercaya sebagai duta dan juru bicara bagi kaumnya. Sebagaimana masyarakat jahiliyah pada umumnya ia biasa melakukan kebiasaan bangsa Quraisy jahiliyah seperti minum khamar, menyembah berhala dan kebiasaan jahiliyah lainnya. Ia termasuk orang yang paling keras permusuhannya terhadap da’wah Islam.
Dalam kekerasan permusuhannya terhadap da’wah, ia merasa kagum dengan kekerasan sikap kaum muslimin dalam mempertahankan keyakinan mereka. Inilah salah satu sebab pembuka hatinya untuk menerima Islam. Beliau masuk Islam pada tahun ke 6 kenabian. Sebagian ahli sejarah berpendapat, beliau menggenapi  40 orang jumlah kaum muslimin. Sebelumnya Rasulullah pernah berdo’a,
اللّهمّ أعِزَّ الإسلام بِأحب الرجلين إليك عمر بن االخطاب أو عمرو بن هشام
“Ya Allah perkuatlah Islam dengan yang lebih Kau cintai dari dua orang lelaki, Umar bin Khattab atau Amru bin Hisyam”.
Setelah Islam, beliau adalah orang yang selalu membela aqidah Islam. Sikapnya tegas adalam membela kebenaran. Sangat tunduk dan taat kepada pimpinan.

Pengangkatan Umar bin Khattab sebagai Khalifah
Khalifah Abu Bakar, ketika merasakan bahwa ajalnya telah dekat, melakukan jajak pendapat untuk mencari orang yang tepat untuk menggantikannya. Beliau bertanya kepada beberapa tokoh sahabat. Yang pertama adalah Abdurrahman bin Auf.
                “Bagaimana pendapatmu tentang Umar?”
                “Demi Allah, dia adalah yang paling utama dari siapa pun dalam pikiran anda sekarang. Tapi sikapnya keras.”
                “Itu karena ia melihatku terlalu lembut. Jika ia diamanahi kepemimpinan, pasti sikapnya akan berubah. Lihatlah kalau aku marah kepada seseorang, ia pasti membela orang itu. Kalau aku bersikap lunak kepada seseorang maka ia sengaja bersikap keras kepadanya. Baiklah tolong rahasiakan pembicaraan kita ini.”
                Orang kedua adalah Utsman bin Affan. “Bagaimana pendapat anda hai Aba Abdillah tentang Umar?”
                “Anda lebih arif dalam hal itu.”
                “Ya, tapi saya minta pendapat anda.”
                “Pengetahuanku tentang Umar adalah hatinya baik sekalipun sikapnya keras. Tiada seorang pun serupa dia dalam lingkungan kita.”
                “Baik, tolong rahasaikan pertemuan kita ini.”
Dalam sebuah riwayat Khalifah Abu bakar juga menemui Ali bin Abi Thalib. Pada Ali redaksi pertanyaan beliau berbeda. “Bagaimana pendapat anda jika aku memilih salah seorang sahabat Rasulullah sebagai penggantiku?”
Maka jawaban Ali adalah, “Aku tidak setuju, kecuali orang itu adalah Umar bin Khatab.”
Thulhah bin Ubaydillah juga ditanyai Khalifah, jawabnya, “Anda menunjuknya sebagai pengganti anda, padahal anda lihat apa yang diperbuatnya terhadap khalayak ramai, sedangkan anda masih hidup, apalagi jika anda sudah meninggal. Baiknya anda tanyakan kepada masyarakat.”
Maka pada hari berikutnya, diundanglah orang banyak untuk dimintai pendapat mereka tentang maksud Khalifah Abu Bakar. “Sudilah kemukakan pendapat kalian, mengenai orang yang aku tunjuk untuk menggantikanku. Demi Allah tidaklah aku tunjuk ia kecuali dengan pemikiran yang mendalam dan bukanlah aku tunjuk orang dari lingkungan keluargaku. Aku menunjuk Umar bin Khattab menggantikanku, sudilah menerima dan mematuhinya.”
Orang-orang menjawab serentak perkataan Khalifah itu, “Sami’na wa atha’na!” (Kami dengar dan kami patuhi!).
Sebagian Ulama Salaf berpendapat bahwa cara pengangkatan Umar oleh Abu Bakar ini disebut istikhlaf dan mengakuinya sebagai salah satu cara yang sah dalam suksesi kepemimpinan. Sedangkan Syaikh Dr Muhammad Ramadhan Al Buthy berpendapat bahwa istikhlaf tidak dapat diterima kecuali setelah mendapat persetujuan kaum muslimin. Khalifah Abu Bakar ketika itu telah terlebih dahulu melakukan masyurah dhimniyah (musyawarah terbatas dan tertutup) guna mencari orang yang tepat, walaupun beliau sudah cenderung kepada Umar, baru kemudian memantapkan keputusannya untuk melakukan istikhlaf.

Amanah Terhadap Khalifah Umar
Terhadap Umar bin Khattab, Khalifah Abu Bakar berwasiat, “Hai Umar, Allah memikulkan tanggung jawab pada malam hari, jangan tangguhkan hingga siang. Allah pikulkan tanggung jawab pada siang hari jangan tangguhkan sampai malam. Allah tidak akan menerima amal sunat sebelum yang wajb dilaksanakan. Anda tentu tahu bahwa timbangan seseorang dai hari kiamat akan berat jika melaksanakn kebenaran, dan akan ringan karena membela kepalsuan. Anda pasti tahu bahwa ayat-ayat kegembiraan datang bersama ayat-ayat ancaman dan sebaliknya, supaya manusia gembira sekaligus gentar, gembira dalam harap terhadap apa-apa yang diridhai Allah sehingga tidak gentar ketika bertemu Allah kelak. Anda saksikan Allah menceritakan penderitaan penduduk neraka, berharaplah tidak kesana. Allah menceritakan kebahagiaan penduduk surga, bertekadlah untuk beramal seperti amalan mereka. Inilah amanatku, pegangngilah niscaya engkau akan tidak lebih mencintai yang tak tampak dari pada yang tampak.”

Sebutan Amirul Mu’minin
Jabatan Khalifah itu lengkapnya adalah Khalifatur Rasulullah. Bermakna pengganti Rasulullah. Abu Bakar pada awalnya dipanggil orang dengan sebutan itu, Khalifah Rasulullah. Maka ketika datang pejabat setelahnya sebutannya adalah khalifah khalifaturRasulillah. Agak terlalu panjang, meskipun pada masa Abu Bakar, panggilan itu sudah dipersingkat dengan khalifah saja.
Sementara itu, gubernur-gubernur Islam yang menguasai daerah-daerah taklukan disebut amir atau emir, menggantikan syaikh (kepala kabilah) sekaligus membawahi mereka. Maka dipasangkanlah sebutan Amirul Mu’minin kepada Khalifah Umar bin Khattab sebagai pemimpin umat Islam dan wilayah-wilayahnya secara keseluruhan. Sebutan itu kemudian menjadi umum dan mentradisi dalam sistem ketatanegaraan Islam selanjutnya.

Pemerintahan Umar Bin Khatab
Masa kepemimpinan Umar bin Khattab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan. Yaitu dari 13 H/634 M sampai 23 H/644 M. Beliau wafat pada usia 63 tahun, karena terbunuh dalam suatu pembunuhan politik yang pertama dalam sejarah Islam.
Pada periode ini berlangsung penaklukan-penaklukan dan pengambil alihan kekuasaan dari Persia dan Byzantum ke tangan Islam. Byzantium kehilangan banyak wilayah jajahannya. Sementara wilayah kekuasaan Persia direbut satu persatu sampai habis.
Sebagai pemimpin beliau sangat menyayangi rakyatnya. Adil dalam pemerintahannya. Jenius dalam masalah hukum. Beliau menyeleksi aparatnya dengan ketat dan hati-hati.

Keistimewaan Sejarah Hidup Nabi Muhammad


Keistimewaan Sejarah Hidup Nabi Muhammad
            Terkumpul dalam sirah nabawiyah banyak keistimewaan yang membuat mempelajarinya adalah kenikmatan bagi ruhani, akal juga kenikmatan mendalami sejarah. Berikut ini beberapa kemuliaan dan keistimewaan siroh nabawiyah secara global.
1.         Sesungguhnya ia adalah sebenar-benar sirah dan sejarah nabi dari seluruh nabi yang pernah diutus. Telah sampai kepada kita sirah Rasulullah saw melalui metode ilmiyah yang benar dengan bukti-bukti memperkokoh, sebagaimana yag kami terangkan dalam pembahasan sumber-sumber Sirah. Di mana tidak ada yang meninggalkan keraguan peristiwa-peristiwa mulia dan kejadian-kejadian besar.
            Kebenaran sirah beliau saw ini tidak akan kita dapati sebagaimana jika kita mempelajari sirah nabi-nabi terdahulu. Kita tak dapat memastikan kebenaran dalam sirah nabi Musa alaihssalam, karena ia ditulis bukan ketika beliau masih hidup atau segera setelah beliau meninggal. Melainkan ia ditulis yang bahkan penulisnya pun tidak diketahui juntrungannya. Tidak pula kita dapat merujuknya kepada Taurat yang ada sekarang, karena telah disepakati bahwa taurat yang ada saat ini telah banyak berisi keraguan dan penyimpangan yang dimasukkan kaum yahudi. Maka kaum muslimin tidak dapat sesuatu kebenaran yang pasti tentang sejarah Nabi Musa as kecuali yang diceritakan Al Qur’an. 
Demikian pula pada sirah Isa bin Maryam as. Sesungguhnya injil-injil yang dipakai secara resmi oleh gereja saat ini telah berusia ratusan tahun. Injil-injil itu dipilih tidak berdasarkan metode ilmiyah yang benar dari ratusan injil yang tersebar di banyak kalangan masehi, masing-masing dinisbatkan kepada penulisnya. Mereka tak dapat memastikan dengan metode ilmiyah yamg akan memberikan ketenangan jiwa tentang kebenarannya. Tidak dapat dirunut periwayatnya yang bersambung kepada penulisnya. Sehingga terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah tentang siapa sebenarnya para penulis injil-injil itu, kapan mereka hidup.
Demikian pula yang terjadi pada sekalian nabi dan rasul serta para pendiri-pendiri agama yang tersebar di dunia. Begitu banyak keraguan dalam sejarah mereka yang kembali kepada jutaan pengikut mereka. Seperti Budha dan Konfusius, riwayat hidup mereka yang beredar di kalangan pengikut mereka tidaklah berasal dari sumber yang mu’tabar atau teruji secara ilmiyah, bahkan sesungguhnya menjadi perdebatan di antara para pendeta mereka. Riwayat itu bertambah pada setiap generasi lebih dari yang diceritakan para pembuat syair pendahulu mereka juga khurofat yang tidak masuk akal dan warna asobiyah atau fanatisme terhadap aliran masing-masing.

2.         Sesungguhnya ia menggambarkan dengan sangat jelas kehidupan Rasulullah saw dalam setiap fase kehidupannya. Sejak pernikahan ayahnya dengan ibunya sampai dengan wafatnya beliau, kita mengetahui banyak hal tentang kelahirannya, masa kecilnya, masa remaja dan masa mudanya, pekerjaannya sebelum kenabian, perjalanannya keluar Mekkah sampai dengan diutusnya beliau sebagai nabi yang mulia. Kemudian kita juga dapat mengetahui dengan detail, jelas dan sempurna segala sesuatu setelah kenabian itu tahun demi tahun. Semuanya membuat sirah Rasulullah saw terang seterang matahari. Sebagian penulis barat mengatakan sesungguhnya Muhammad satu-satunya orang yang dilahirkan di bawah cahaya matahari.
            Hal seperti ini tidak terjadi bahkan tidak mendekati apa yang terjadi pada rasul-rasul terdahulu. Kita tak mengetahui masa kecil, masa remaja atau penghidupan Nabi Musa as sebelum nubuwahnya. Kita hanya mengetahui sedikit hal tentangnya setelah kenabiannya. Yang membuat kita tak mendapatkan gambaran lengkap menganai kepribadiannya. Demikian juga yang kita temukan dari Isa bin Maryam as. Tak diketahui sedikitpun dari masa kecil beliau kecuali yang disebutkan injil-injil modern, di mana ia sesungguhnya masuk ke haikal yahudi da mendebat para pendetanya. yang sesungguhnya adalah sesuatu yang dibuat-buat menganai masa kecilnya. Kita tidak pula mengetahui perihalnya setelah kenabiannya yang berhubungan dengan usaha da’wahnya, atau sedikit saja dari caranya mencari penghidupan.

3.         Sesungguhnya ia menceritakan sejarahnya seorang manusia yang dimuliakan dengan risalah kenabian. Tidak sedikitpun keluar dari unsure kemanusiaan, tidak sedikitpun hidupnya berciri pembuat syair, atau disandarkan kepadanya sifat ketuhanan sedikit pun. Maka jika kita melihat apa yang diriwayatkan kaum masehi tentang Isa bin Maryam as, atau yang diriwayatkan orang-orang budha tentang Gautama atau para penganut aliran-aliran kepercayaan tentang tuhan yang mereka sembah, jelas bagi kita perbedaaan yang nyata di antara sejarah mereka itu. Sehingga nampaklah dampak perilaku para pengikut mereka itu dalam hal pribadi atau kemasyarakatan. Menggelari Isa dan Gautama Budha sebagai tuhan membuat mereka jauh dari tokoh yang dapat dicontoh oleh manusia dalam kehidupan pribadi maupun social. Sementara itu, Rasulullah saw adalah manusia contoh ideal bagi siapa saja yang menginginkan hidup bahagia dan mulia dalam jiwanya, keluarganya dan lingkungannya. Dari sinilah Allah berfirman; Al Ahzab:21.
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
4.         Sesungguhnya ia adalah gambaran kesempurnaan kepribadian Rasulullah sebagai manusia dalam wilayah individu maupun sebagai anggota masyarakat. Ia menceritakan kepada kita bahwa Muhammad adalah pemuda terpercaya yang lurus pribadinya sebelum beliau dimuliakan Allah dengan risalah. Rasulullah adalah penyeru ke jalan Allah yang bergelut mencari jalan agar manusia menerima seruannya, mencurahkan seluruh kemampuan dan menempuh kesulitan untuk menyampaikan risalahnya. Rasulullah juga adalah pemimpin negara yang  menegakkan bagi negaranya pilar-pilar perundang-undangan dan mengesahkannya, memeliharanya dengan kekuatannya, keikhlasan, kejujurannya yang dengannya dibebankan kepadanya keberhasilan. Rasulullah juga adalah seorang suami dan ayah yang penuh kelembutan dan sebaik-baik muamalah kepada keluarganya. Ia membedakan hak dan tanggung jawab di antara suami istri dan anak-anak. Ia juga seorang murabbi pembimbing yang menyerahkan hidupnya untuk mendidik para sahabatnya dengan tarbiyah yang sempurna, yang merasuki jiwa dan ruh mereka sehingga merubah mereka menjadi hebat dari masalah yang kecil sampai yang besar. Rasulullah juga adalah seorang teman yang menegakkan hak-hak persahabatan, setia kepada ikatan-ikatannya dan adab-adabnya sehingga para sahabatnya mencintainya seperti mereka mencintai diri mereka sendiri bahkan lebih mencintai dirinya ketimbang keluarga dan kerabat mereka. Sirah ini juga menceritakan kepada kita bahwa beliau adalah pemberani dalam peperangan, panglima yang selalu menang, politikus yang sukses, tetangga yang terpercaya dan pemegang janji yang setia.

5.         Sesungguhnya ia adalah dalil yang tegas akan kebenaran risalah kenabian, tidak ada keraguan di dalamnya. Ini adalah sirahnya seorang manusia sempurna yang berjalan dengan da’wahnya dengan keberhasilan demi keberhasilan. Hingga tiba saat meninggalnya, da’wahnya menyatukan jazirah Arab dalam ikatan iman, bukan dengan ikatan penjajahan dan penaklukan. Siapa yang mengetahui apa yang dilakukan  bangsa Arab terhadapnya dari kebiasaan dan keyakinan-keyakinan mereka, mereka menantang da’wahnya dengan bermacam-macam tantangan bahkan berencana membunuhnya. Siapa saja mengetahui bahwa pasukannya kecil tidak sebanding dengan lawan-lawannya tapi ia memenangi pertempurannya. Siapa saja tahu bahwa ia tidak mengumpulkan harta sepanjang da’wahnya dan tidak ada harta padanya ketika ia wafat, padahal itu berlangsung 23 tahun. Diyakini bahwa Muhammad saw adalah benar. Allah menganugrahkan kepadanya kedudukan yang kokoh, kuat, pengaruh dan pertolongan bukan lain karena ia adalah nabi.
Sirah rasulullah saw juga mengokohkan bagi kita kebenaran risalahnya secara rasional. Bukanlah mu’jizat yang menjadi faktor utama berimannya bangsa Arab kepada da’wahnya, sehingga jika kita tak menemukan mu’jizat padanya kita akan kafir dan menentang. Karena sesungguhnya mu’jizat material adalah hujjah bagi yang menyaksikannya. Sedangkan bagi orang-orang islam yang tidak bertemu dangan Nabi saw, tidak menyaksikan mu’jizatnya, mereka beriman kepada risalahnya dengan dalil-dalil akal yang kuat atas kebenaran da’wah kenabiannya. Di antara dalil-dalil akal itu adalah Al Qur’an Al Karim. Ia mengikat semua akal yang sehat untuk beriman kepada kebenaran Muhammad dalam da’wah risalah.
            Berbeda sama sekali dengan sirah nabi-nabi terdahulu yang ada dalam ingatan para pengikutnya. Ia menjelaskan bahwa manusia yang beriman kepada mereka adalah yang melihat dengan mata kepala mereka sendiri mu’jizat dan peristiwa-peristiwa luar biasa. Tanpa menyertakan akal mereka untuk memahami prinsip da’wah yang disampaikan kepada mereka. Misalnya Nabi Isa, orang beriman kepadanya karena ia menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, padahal semuanya itu dengan idzin Allah terjadinya. (dari Siroh Nabawiyah Musthafa As Siba’iy.

Selasa, 03 Juli 2012

Profil KHalifah Abu Bakar Shiddiq

A. Kepribadian Abu Bakar Shiddiq
Namanya adalah Abdullah bin Usman Abi Quhafah bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym al Quraisy, Abu Bakar Shiddiq Al Atiq. Bakrin artinya anak onta. Shiddiq artinya jujur, benar dan diakui kejujurannya. Atau puncak kebenaran karena imannya yang luar biasa. Nama ini mulai disandangnya ketika peristiwa isra’ mi’raj. Panggilan lain atiq yang berarti tampan dan atau suka memerdekakan budak. Beliau lahir kurang lebih dua tahun setelah kelahiran Rasulullah.
Pada masa jahiliyah beliau adalah orang yang paling memahami silsilah atau nasab penduduk mekkah dan orang-orang Quraisy. Pengetahuan ini adalah salah satu hal yang harus dimilliki golongan cendikiawan pada masa itu. Selain itu beliau juga seorang pedagang yang sukses. Yang lebih penting lagi beliau tidak termasuk penyembah berhala dan tidak pula yang minum khamar.
B. Kehidupannya setelah Islam
Beliau adalah yang pertama masuk Islam dari golongan lelaki dewasa. Dalam hal ini iman beliau adalah yang terkokoh, bobotnya sangat berat. Dalam sebuah riwayat dari Imam Hakim, Rasulullah pernah mengatakan seandainya iman Abu Bakar ditimbang dengan imannya ummat ini niscaya iman Abu Bakar lebih berat. لو وزن إيمان أبي بكر مع إيمان هذه الأمة لرجحت كفة إمان أبي بكر (رواه الحاكم)
Beliau juga adalah da’i yang sukses. Kesadarannya begitu tinggi untuk menyebarkan Islam begitu beliau masuk Islam. Orang-orang yang berhasil direkrutnya adalah orang-orang yang kelak menjadi pemimpin (kibaril shahabat) bahkan yang dijamin Rasulullah dengan surga, di antaranya, Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Az Zubair ibnul Awwam, Thalhah bin Ubaydillah, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abu Ubaydah ibnul Jarrah.
Tidak cukup sampai di situ beliau bahkan mengerahkan segala potensinya demi keberhasilan proyek-proyek da’wah Islam. Dua kali beliau tercatat menginfaqkan seluruh hartanya. Yang pertama pada waktu hijrah dari Mekkah ke Madinah dan yang kedua pada waktu perang Tabuk.

Tujuan Belajar Sirah Nabawiyah

Mempelajari sirah nabawiyah tidaklah semata-mata untuk mengetahui rangkaian atau kronologi dari peristiwa-peristiwa sejarah. Ia memiliki tujuan besar yang berkaitan dengan kesepurnaan keimanan seorang muslim. Belajar sirah nabawiyah adalah suatu cara yang cukup penting agar seorang muslim mendapatkan gambaran sempurna tentang hakikat kebenaran Islam.
Dr. Sa’id Ramadhan Al Buthy menyebutkan sasaran-sasaran tersebut diantaranya:
1. agar setiap muslim memahami dan mengenal dengan baik kepribadian Rasulullah saw melalui rangkaian peristiwa yang dialaminya, konflik-konflik yang diselesaikannya, tantangan-tantangan yang dihadapinya, bahkan peristiwa-peristiwa kecil seputar hubungannya dengan para sahabatnya, kaum kerabatnya dan musuh-musuhnya.
2. agar setiap muslim mendapatkan contoh ideal dalam setiap aspek kehidupan. Tak dapat dihindari bahwa jika kita bertanya tentang contoh ideal untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan maka akan kita temukan jawabnya dalam sejarah kehidupannya. Dia telah diutus untuk menjadi teladan bagi manusia khususnya orang-orang beriman. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Al Ahzaab :21)
3. agar setiap muslim mendapatkan sesuatu yang dapat memebantunya memahami Al qur’an. Ada banyak peristiwa dalam kehidupan nabi saw yang menjelaskan maksud dari ayat-ayat suci Al Qur’an yang diturunkan.
4. agar setiap muslim mendapatkan contoh dan gambaran tsaqofah dan aplikasi nilai-nilai pengetahuan Islam yang luas. Nabi adalah sekaligus yang mencontohkan praktek dari konsep Islam. Ia adalah gambaran nyata bagaimana Islam diaplikasikan dalam bidang hukum, undang-undang, akhlaq, muamalah dan lain sebagainya.
5. agar para da’i dan pembina ummat mendapatkan contoh cara-cara berda’wah yang efektif. Beliaulah guru terbaik sepanjang masa. Yang meninggalkan murid-muridnya sebagai manusia-manusia terbaik sepanjang sejarah peradaban manusia. Dalam waktu yang sangat singkat, beliau merubah suatu kaum yang begitu liar dan berangasan menjadi begitu lembut dan beradab, merubah kaum yang begitu terbelakang menjadi kaum yang menaklukkan dan memimpin bangsa-bangsa di dunia.

Jumat, 22 Juni 2012

Karakteristik Islam



Islam adalah sistem  kepercayaan yang terbentuk dari kesatuan yang kohesif antara doktrin, hukum dan moral. Dalam petunjukNya kepada manusia, Allah menjelaskan kebenaran, hukum dan disiplin moral. Kebenaran menjawab pertanyaan-pertanyaan akal. Hukum memandu dan mengarahkan kemauan-kemauan. Moral menyalurkan kecendrungan-kecendrungan sanubari. Ketiganya tercampur dan tidak dapat dipisahkan serta saling menguatkan.

Kepercayaan terhadap kebenaran yang “didoktrinkan” dalam rukun iman terungkap dalam janji setia dua kalimat syahadat pengakuan keislaman seorang muslim. Secara ringkas muslim mengakuai bahwa Tuhan harus hanya satu dan dunia ini akan berakhir. Pengetahuan ini telah diajarkan dari generasi ke generasi oleh para utusanNya. Al Qur’an dan Sunnah Nabi dengan sederhana mengajarkan sifat-sifat Allah, (bukan hakikat Allah), membenarkan nabi-nabi terdahulu beserta kitab-kitab mereka, alam ghaib serta hari akhir. Dalam masalah ini tidak ada kompromi, meskipun tersedia banyak rasionalisasi bagi pertanyaan-pertanyaan manusia.

Tetapi ketika menjelaskan tentang hukum yang harus dipatuhi manusia, Al Qur’an dan Sunnah Nabi penuh dengan “rasa iba” terhadap keterbatasan dan ketidak berdayaan manusia. Manusia yang diminta untuk mempercayai doktrin rukun Iman, diberi kemudahan untuk menjalankan apa yang seharusnya dikerjakan oleh orang-orang yang percaya (mukmin). Hukum-hukum fiqh dalam khazanahnya yang sangat lengkap dan menyeluruh penuh dengan variasi dan toleransi. Itu pun ditambahi janji pahala yang tak terhingga, meskipun ada ancaman hukuman.

Di samping kedua hal itu, dalam prakteknya, Nabi Muhammad saw nampaknya telah menancapkan pengaruhnya ke dalam hati dan masyarakat Quraisy juga dunia, justru dengan kekuatan moralnya (akhlaqnya). Beliau pernah berkata bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. Jika dibandingkan dengan perkataan Aisyah ra, bahwa akhlaq beliau adalah Al Qur’an, maka lengkaplah penjelasan tentang kesatuan doktrin (iman), hukum (syari’at) dan moral (akhlaq).

Pengantar sejarah ( tarikh ) Islam


A. Pengertian-pengertian

                Secara bahasa, tarikh berasal dari arrikh-yuarrikhu-taarikha yang berarti mengetahui kejadian dari kejadian dan penulisan dan penyusunan peristiwa-peristiwa.  Sedangkan secara istilah tarikh berarti  peristiwa-peristiwa dan kejadian yang dilalui oleh suatu bangsa. Jika tarikh disambungkan dengan Islam maka ia berarti peristiwa-peristiwa dan kejadian yang dilalui oleh ummat Islam.

                Dari pengertian-pengertian di atas berarti tarikh Islam dimulai sejak Islam dida’wahkan oleh Nabi Muhammad saw. Walaupun terkadang sebagian penulis memasukkan pula fase hidup Rasulullah sejak lahir hingga menjelang kenabiannya sebagai bagian dari tarikh Islam pula. Dengan sendirinya Tarikh Islam mencakup pula Sirah Nabawiyah. Namun demikian biasanya penjelasan tentang Tarikh dan Sirah Nabi terpisah. Karena pada sirah nabi, Rasulullah senantiasa mendapat bimbingan Allah swt. Maka untuk membedakan antara keduanya, pembahasan Tarikh Islam dimulai sejak masa Khalifah Abu Bakar Siddiq. Sepeninggal Rasulullah, sejarah ummat Islam dicatat sejauh mana keterikatan mereka dengan Al Qur’an dan petunjuk Rasulullah.

                Beberapa istilah sebagai pembanding pengertian tarikh misalnya Sunnah yaitu segala perkataan, perbuatan dan isyarat Rasulullah yang bernilai syari’at bagi ummat Islam. Juga Sirah yaitu perkataan, perbuatan Rasulullah tetapi tidak semua bernilai syari’at karena ada yang berupa tabi’at, kecenderungan, hobi atau kesenangan dan lain-lain. Ada pula yang sifatnya khusus bagi Rasulullah seperti, puasa wishal, menikahi 9 wanita dalam satu waktu, keluarganya tidak boleh menerima bagian zakat dan shodaqoh.

B. Urgensi Mempelajari Tarikh Islam

                Beberapa ungkapan mungkin dapat menjelaskan hakikat ini. Sejarah adalah ingatan suatu bangsa. Maka jika suatu bangsa tidak ingat masa lalunya, ia ibarat orang gila yang tidak punya ingatan apa-apa. Ungkapan lain mengatakan “Generasi akhir ummat ini tidak akan sukses kecuali bercermin pada generasi awalnya”.  Syaikh Abu Hasan Ali An Nadawi mengatakan “suatu bangsa yang tidak mengetahui masa lalunya, masa depannya akan suram”.

C. Sasaran Belajar Tarikh

                Mempelajari sejarah para pendahulu adalah untuk i’tibar (mengambil pelajaran) sebagaimana diungkapkan pada surat Yusuf ayat 111, “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi ia membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.

                Dengan memahami kejadian-kejadian yang telah berlalu generasi masa kini dapat memilih yang positif untuk dimanfaatkan dan meninggalkan hal-hal yang negative.

Daftar Pustaka

Al Mubarakfury, Syafiyur Rahman, Syaikh, Sirah Nabawiyah, Robbani Press, Jakarta, 1998.
Al Buthy, Muhammad Sa’id Ramadhan,Dr,  Sirah Nabawiyah, Robbani Press, Jakarta,1999.
Hamka, Prof. Dr,  Sejarah Umat Islam, Pustaka Nasional PTE LTD Singapura,1997.
Rais, Amien, Cakrawala Islam, Mizan, 1987
Sou’yb, Joesoef,  Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang, Jakarta, 1979.