Kepribadian Umar bin Khattab
Namanya adalah Umar bin Khattab bin Nufayl
bin Abdul Izza Abu Hafshin Al Faruq Al Adawy Al Quraisy. Lahir 10 tahun setelah
kelahiran Nabi saw. Sebelum beragama Islam ia adalah orang yang biasa dipercaya
sebagai duta dan juru bicara bagi kaumnya. Sebagaimana masyarakat jahiliyah
pada umumnya ia biasa melakukan kebiasaan bangsa Quraisy jahiliyah seperti minum
khamar, menyembah berhala dan kebiasaan jahiliyah lainnya. Ia termasuk orang
yang paling keras permusuhannya terhadap da’wah Islam.
Dalam kekerasan permusuhannya terhadap
da’wah, ia merasa kagum dengan kekerasan sikap kaum muslimin dalam
mempertahankan keyakinan mereka. Inilah salah satu sebab pembuka hatinya untuk
menerima Islam. Beliau masuk Islam pada tahun ke 6 kenabian. Sebagian ahli
sejarah berpendapat, beliau menggenapi
40 orang jumlah kaum muslimin. Sebelumnya Rasulullah pernah berdo’a,
اللّهمّ
أعِزَّ الإسلام بِأحب الرجلين إليك عمر بن االخطاب أو عمرو بن هشام
“Ya Allah perkuatlah Islam dengan
yang lebih Kau cintai dari dua orang lelaki, Umar bin Khattab atau Amru bin
Hisyam”.
Setelah Islam, beliau adalah orang yang selalu membela aqidah Islam.
Sikapnya tegas adalam membela kebenaran. Sangat tunduk dan taat
kepada pimpinan.
Pengangkatan Umar bin Khattab sebagai Khalifah
Khalifah Abu Bakar, ketika merasakan bahwa ajalnya telah dekat, melakukan
jajak pendapat untuk mencari orang yang tepat untuk menggantikannya. Beliau
bertanya kepada beberapa tokoh sahabat. Yang pertama adalah Abdurrahman bin
Auf.
“Bagaimana pendapatmu
tentang Umar?”
“Demi Allah, dia
adalah yang paling utama dari siapa pun dalam pikiran anda sekarang. Tapi
sikapnya keras.”
“Itu karena ia
melihatku terlalu lembut. Jika ia diamanahi kepemimpinan, pasti sikapnya akan
berubah. Lihatlah kalau aku marah kepada seseorang, ia pasti membela orang itu.
Kalau aku bersikap lunak kepada seseorang maka ia sengaja bersikap keras
kepadanya. Baiklah tolong rahasiakan pembicaraan kita ini.”
Orang kedua adalah
Utsman bin Affan. “Bagaimana pendapat anda hai Aba Abdillah tentang Umar?”
“Anda lebih arif dalam
hal itu.”
“Ya, tapi saya minta
pendapat anda.”
“Pengetahuanku tentang
Umar adalah hatinya baik sekalipun sikapnya keras. Tiada seorang pun serupa dia
dalam lingkungan kita.”
“Baik, tolong
rahasaikan pertemuan kita ini.”
Dalam sebuah riwayat Khalifah Abu bakar juga menemui Ali
bin Abi Thalib. Pada Ali redaksi pertanyaan beliau berbeda. “Bagaimana pendapat
anda jika aku memilih salah seorang sahabat Rasulullah sebagai penggantiku?”
Maka jawaban Ali adalah, “Aku tidak setuju, kecuali orang itu adalah Umar
bin Khatab.”
Thulhah bin Ubaydillah juga ditanyai Khalifah, jawabnya, “Anda menunjuknya
sebagai pengganti anda, padahal anda lihat apa yang diperbuatnya terhadap
khalayak ramai, sedangkan anda masih hidup, apalagi jika anda sudah meninggal.
Baiknya anda tanyakan kepada masyarakat.”
Maka pada hari berikutnya, diundanglah orang banyak untuk dimintai pendapat
mereka tentang maksud Khalifah Abu Bakar. “Sudilah kemukakan pendapat kalian,
mengenai orang yang aku tunjuk untuk menggantikanku. Demi Allah tidaklah aku
tunjuk ia kecuali dengan pemikiran yang mendalam dan bukanlah aku tunjuk orang
dari lingkungan keluargaku. Aku menunjuk Umar bin Khattab menggantikanku, sudilah
menerima dan mematuhinya.”
Orang-orang menjawab serentak perkataan Khalifah itu, “Sami’na wa atha’na!”
(Kami dengar dan kami patuhi!).
Sebagian Ulama Salaf berpendapat bahwa cara pengangkatan Umar oleh Abu
Bakar ini disebut istikhlaf dan mengakuinya sebagai salah satu cara yang sah
dalam suksesi kepemimpinan. Sedangkan Syaikh Dr Muhammad Ramadhan Al Buthy
berpendapat bahwa istikhlaf tidak dapat diterima kecuali setelah mendapat
persetujuan kaum muslimin. Khalifah Abu Bakar ketika itu telah terlebih dahulu
melakukan masyurah dhimniyah (musyawarah terbatas dan tertutup) guna mencari
orang yang tepat, walaupun beliau sudah cenderung kepada Umar, baru kemudian
memantapkan keputusannya untuk melakukan istikhlaf.
Amanah Terhadap Khalifah Umar
Terhadap Umar bin Khattab, Khalifah Abu Bakar berwasiat, “Hai Umar, Allah
memikulkan tanggung jawab pada malam hari, jangan tangguhkan hingga siang.
Allah pikulkan tanggung jawab pada siang hari jangan tangguhkan sampai malam.
Allah tidak akan menerima amal sunat sebelum yang wajb dilaksanakan. Anda tentu
tahu bahwa timbangan seseorang dai hari kiamat akan berat jika melaksanakn
kebenaran, dan akan ringan karena membela kepalsuan. Anda pasti tahu bahwa
ayat-ayat kegembiraan datang bersama ayat-ayat ancaman dan sebaliknya, supaya
manusia gembira sekaligus gentar, gembira dalam harap terhadap apa-apa yang
diridhai Allah sehingga tidak gentar ketika bertemu Allah kelak. Anda saksikan
Allah menceritakan penderitaan penduduk neraka, berharaplah tidak kesana. Allah
menceritakan kebahagiaan penduduk surga, bertekadlah untuk beramal seperti
amalan mereka. Inilah amanatku, pegangngilah niscaya engkau akan tidak lebih
mencintai yang tak tampak dari pada yang tampak.”
Sebutan Amirul Mu’minin
Jabatan Khalifah itu lengkapnya adalah Khalifatur Rasulullah. Bermakna
pengganti Rasulullah. Abu Bakar pada awalnya dipanggil orang dengan sebutan
itu, Khalifah Rasulullah. Maka ketika datang pejabat setelahnya sebutannya
adalah khalifah khalifaturRasulillah. Agak terlalu panjang, meskipun pada masa
Abu Bakar, panggilan itu sudah dipersingkat dengan khalifah saja.
Sementara itu, gubernur-gubernur Islam yang menguasai daerah-daerah
taklukan disebut amir atau emir, menggantikan syaikh (kepala kabilah) sekaligus
membawahi mereka. Maka dipasangkanlah sebutan Amirul Mu’minin kepada Khalifah
Umar bin Khattab sebagai pemimpin umat Islam dan wilayah-wilayahnya secara
keseluruhan. Sebutan itu kemudian menjadi umum dan mentradisi dalam sistem
ketatanegaraan Islam selanjutnya.
Pemerintahan Umar Bin Khatab
Masa kepemimpinan Umar bin Khattab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan.
Yaitu dari 13 H/634 M sampai 23 H/644 M. Beliau wafat pada usia 63 tahun,
karena terbunuh dalam suatu pembunuhan politik yang pertama dalam sejarah
Islam.
Pada periode ini berlangsung penaklukan-penaklukan dan pengambil alihan
kekuasaan dari Persia dan Byzantum ke tangan Islam. Byzantium kehilangan banyak
wilayah jajahannya. Sementara wilayah kekuasaan Persia direbut satu persatu
sampai habis.
Sebagai pemimpin beliau sangat menyayangi rakyatnya. Adil dalam
pemerintahannya. Jenius dalam masalah hukum. Beliau menyeleksi aparatnya dengan
ketat dan hati-hati.